PERKEMBANGAN SOSIAL
EMOSIONAL AUD
Disusun oleh:
Kelompok III:
JAWAHIRUL MAGNUM
JULIANDA SARI
MUTIAWATI
Dosen Pembimbing:
LINA AMELIA, S.Pd
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN BINA BANGSA GETSEMPENA BANDA ACEH 2013
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan puja syukur kepada Allah SWT,
shalawat beserta salam keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan
para sahabat-sahabat beliau. Karena atas izinnya penulis bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL AUD” tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah berperan dalam membantu memberikan arahan
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan
hati mohon maaf jika terdapat kekurangan ataupun kekeliruan dalam makalah ini.
Dan penulis mengharapkan saran-saran untuk perbaikan dikemudian hari.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna untuk menambah
wawasan dan wacana bagi rekan-rekan mahasiswi.
Banda Aceh, 2 Desember 2013
Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………… i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah……………………………………………….………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………….………. 2
1.3. Tujuan………………………………………………………………………….…………. 2
1.4. Manfaat……………………………………………………………………….………… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak
Usia Dini…………………………………………………………………………………………….…. 3
2.2. Proses Perkembangan Anak Usia Dini……………………….……….…… 5
2.3. Fungsi dan Peranan Emosi pada Perkembangan Anak Usia
Dini…………………………………………………………………………………………...…. 7
2.4. Permainan untuk Merangsang Perkembangan Sosial
Emosional
Anak Usia Dini………………………………………………………………………………. 9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………….…………. 11
3.2. Saran………………………………………………………………………….………….. 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar
Belakang Masalah
Pada masa usia dini anak mengalami masa
keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai
peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing
anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara
individual.
Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik
dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa
ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif,
motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.
Kemampuan Sosial – Emosional Anak bertujuan agar anak merasa
percaya diri, mampu bersosialisasi dengan orang lain, menahan emosinya jika
berada dalam suatu keadaan sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan anak.
Pengembangan sosial anak dapat dikembangkan dengan mengajak anak untuk mengenal
diri dan lingkungannya. Interaksi dengan keluarga sendiri dan orang lain juga
akan menbantu anak membangun konsep dirinya. Dengan bermain anak dapat
mengembangkan kemampuan sosialnya, misalnya dengan bermain peran prilaku.
Dengan belajar beberapa peran tersebut, anak dapat belajar mengenai baik atau
buruk, boleh atau tidak dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut penulis menyusun
makalah dengan judul perkembangan sosial dan emosional anak usia dini.
2.2. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah model pembelajaran difokuskan agar pendidik
mampu memahami perkembangan sosial dan emosi anak usia dini.
2.3. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu
menjelaskan tentang perkembangan emosi dan sosial anak usia dini.
2.4. Manfaat
Manfaat
penulisan makalah ini bagi :
a.
Pendidik (Guru)
Sebagai
bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya memahami perkembangan sosial dan emosi
anak usia dini.
b.
Sekolah
Mampu
menerapkan dan memahami metode perkembangan sosial dan emosi pada anak usia
dini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
a. Perkembangan Sosial
Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan
sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan
bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk
sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan
suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap
rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan
(kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain
di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial
merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni
pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock
(1978:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan
berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah
kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
b.
Perkembangan Emosi
Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan
mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap
keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja
ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga
ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang
usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan
tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang
menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi
emosi ini lebih mudah diekspresikan melalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh
seorang anak akan langsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman.
Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya"
atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk
mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.
Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi
seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk
mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa
perasaan, senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book
Dictionary (1994:690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang
kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan.
Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:411)
menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran
khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan
untuk bertindak".
Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan
suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up
state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu
perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi
merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa
yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu
perilaku.
2.2.
Proses Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan
tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi
sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut.
1.
Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.
Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3.
Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas
sosial yang ada di masyarakat.
Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial
ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu
sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang
tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk
mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok.
Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian
apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia
jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial,
mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses
sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan
kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan
sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu
yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal
tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak atau dikucilkan oleh
kelompok sosial.
Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini
adapula istilah individu yang introvert dan extrovert. Introvert adalah
kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat,
sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan,
pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan
introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa
segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah
kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga
segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan
oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya
cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan
introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan
seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu
atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya.
Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang
haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk
berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan
refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.
Ada dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu
dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut.
1. Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan
usianya.
2. Menikmati pengalamannya.
3. Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan
perannya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau
sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4. Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5. Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk
merasa bahagia.
6. Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran
dan konflik yang minimum.
7. Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan
bahwa pilihannya itu salah.
8. Merasa puas dengan kenyataan.
9. Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar
untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10. Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan
untuk kegagalannya.
11. Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja
dan bermain pada saat main.
12. Dapat berkata tidak pada situasi yang
mengganggunya.
13. Dapat berkata ya pada situasi yang
membantunya.
14. Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa
terluka atau merasa haknya terganggu.
15. Dapat menunjukkan kasih sayang.
16. Dapat menahan sakit dan frustrasi bila
diperlukan.
17. Dapat berkompromi ketika mengalami
kesulitan.
18. Dapat mengonsentrasikan energinya pada
tujuan.
19. Menerima kenyataan bahwa hidup adalah
perjuangan yang tak ada habisnya.
20. Untuk menjadi individu dengan penyesuaian
diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya.
Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan
kemampuannya.
2.3.
Fungsi dan Peranan Emosi pada Perkembangan Anak Usia Dini
Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana mekanisme
terjadinya emosi pada individu, selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi
atau peranan emosi pada perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
a. Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak
dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Sebagai
contoh, anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya
dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan
lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk
bahasa verbal. Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun
memeluk ibunya dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang
bermuatan emosional.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi
kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain
berikut ini.
1) Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan
merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian
lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya
sendiri. Penilaian ini akan menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan
seorang anak, sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan
tersebut. Sebagai contoh, seorang anak sering mengekspresikan
ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia
sebagai anak yang "cengeng". Anak akan diperlakukan sesuai dengan
penilaiannya tersebut, misalnya entah sering mengolok-olok anak, mengucilkannya
atau bisa juga menjadi over protective. Penilaian dan perlakuan terhadap anak
yang disebut "cengeng" ini akan mempengaruhi kepribadian dan
penilaian diri anak.
2) Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan
dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan
lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak dapat belajar untuk
membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. Jika anak
melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang
menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak
memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya.
Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak
yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh
lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai
reaksi lingkungan terhadapnya.
3) Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis
lingkungan. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim
psikologis lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah dalam
suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat
itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah
bubar.
4) Tingkah laku yang sama dan ditampilkan
secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak
yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan
lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut
berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
5) Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat
menghambat atau mengganggu aktivitas motorik dan mental anak. Seorang anak yang
mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak
tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain
finger painting (melukis dengan jari tangan) karena takut akan mengotori
bajunya dan dimarahi orang tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik
untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional
(takut dimarahi orang tuanya) anak menjadi kehilangan keberanian untuk
mencobanya dan hilanglah kesempatan pengembangan dirinya.
2.4. Permainan
untuk Merangsang Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Dunia anak adalah dunia bermain. Dengan bermain, anak akan
memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi
dan perkembangan fisik. Bermain merupakan sarana untuk menggali pengalaman
belajar yang sangat berguna untuk anak. Bermain juga dapat menjadi sarana untuk
mengembangkan kreativitas dan daya cipta, karena bermain adalah sumber
pengalaman dan uji coba.
Bermain, dari segi pendidikan adalah kegiatan permainan
menggunakan alat permainan yang mendidik serta alat yang bisa merangsang
perkembangan aspek kognitif, sosial, emosi, dan fisik yang dimiliki anak. Oleh
karena itu, dari sudut pandang pendidikan bermain sangat membutuhkan alat
permainan yang mendidik. Dan alat permainan yang mendidik inilah yang kita
sebut dengan alat permainan edukatif (APE).
a.
Nama permainan
Cari
Pasanganku!
(mengenal
huruf dan angka)
Lokasi
: di dalam atau luar ruangan
b.
Tujuan
permainan
Tujuan bermain permainan ini adalah untuk bisa memancing
atau merangsang sosial emosional anak, dengan bermain kartu tersebut anak akan
terpanggil untuk mengenalkan huruf atau angka. Permainan ini sangat bagus untuk
anak usia dini, karena akan sangat berpengaruh bagi perkembangan si anak.
c.
Alat
dan bahan permainan
Bahan : karton, spidol besar, gunting gunting karton
ukuran playing card (seperti kartu remi) buatlah sebanyak 2 kali jumlah angka
atau huruf (sesuai jumlah masing-masing). Tulis huruf/angka dengan font besar
diatas setiap kartu
d.
Langkah-langkah
bermain
Pemain
: 2 orang anak
Cara bermain : kocok kartu angka/huruf kemudian sebar kartu
dengan posisi kartu tertelungkup. Setelah semua kartu tertutup, untuk
menentukan siapa yang pertama memulai permainan pemain melakukan suit terlebih
dahulu. Pemenang boleh membuka satu kartu kemudian mencari kartu pasangannya,
apabila huruf/kartu sama maka kartu itu menjadi miliknya, tapi bila huruf/angka
kartu tidak sama maka dia harus menyimpannya kembali seperti semula. Giliran
lawan yang bermain. Begitu seterusnya hingga kartu habis. Siapa yang memiliki
kartu paling banyak dia yang menang.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Melalui metode perkembangan sosial dan emosi anak usia dini
penulis mampu menarik kesimpulan bahwa perkembangan sosial dan emosi berperan
penting dalam kehidupan anak, selain itu juga berpengaruh pada dimensi 2 aspek
perkembangan yang lainnya.
Agar pengaruhnya dapat dikenali dan ditanggapi secara
positif, maka kita perlu meningkatkan pelayanan dan selalu peka terhadap
perkembangan sosial dan emosi anak didik kita, baik secara pribadi maupun
menyeluruh.
3.2. Saran
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
a. Diharapkan guru-guru pendidikan anak usia
dini dapat memahami perkembangan sosial dan emosi anak sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.
b. Diperlukan antusiasme guru dalam menangani
sikap individu tentang perubahan dan perkembangan sosial dan emosi anak
DAFTAR PUSTAKA
Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran
Goleman, D. (1995). Emotional
Intellegence. Jakarta : Gramedia.
Hurlock, E.B. (1978). Chiled
Development. 6th Ed. Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.
Muhibin, S. (1999). Psikologi Belajar.
Ciputat : Logos.
Syamsuddin, A. (1990). Psikologi
Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosyada Karya.